Social Icons

Rabu, 10 Juli 2013

Ketika Guardiola Ditakdirkan Hancurkan Tiki Taka?

 Pep Guardiola


Pep Guardiola -- pelatih berdarah Spanyol pengusung gaya sepak bola mengalir tiki taka -- mungkin ditakdirkan untuk menghentikan sendiri kejayaan gaya sepak bola indah tersebut. Betapa tidak, segalanya seakan-akan serba kebetulan.

Guardiola akan melatih klub Jerman, Bayern Muenchen, musim depan. Kebetulan Bayern Muenchen akan menghadapi mantan klub Guardiola, Barcelona, pekan ini. Boleh jadi Guardiola akan diminta membisiki pelatih Muenchen, Jupp Heynckes, cara menghentikan keindahan aliran tiki taka.

Kebetulan lainnya soal timnas Jerman dan Spanyol. Tiki taka kebetulan mulai mendunia sejak Spanyol menjadi juara Eropa untuk pertama kali dalam 44 tahun saat mengalahkan Jerman 1-0 di final Euro 2008. Boleh jadi Jerman yang akan mengalahkan Spanyol di final Euro atau mungkin Piala Dunia nanti guna menandai akhir masa keemasan tiki taka.



Tika tika memang menjadi pembicaraan sejak Spanyol menjadi juara Eropa 2008. Guardiola bersama Barcelonannya membuat tiki taka semakin tenar karena sukses merebut segudang gelar: tiga gelar La Liga Spanyol, dua Liga Champions, dua Piala Super Eropa, dua Piala Dunia Antarklub, dua Copa del Rey, dan tiga Piala Super Spanyol.

Secara bersamaan keberhasilan timnas Spanyol menjadi juara Piala Dunia 2010 dan mempertahankan gelar juara Eropa 2012 membuat tiki taka semakin mendunia. Tapi, selama itu pula sejumlah tim berusaha keras maracik strategi menghentikan aliran indah tiki taka.

Menghentikan Tiki Taka
Di Piala Dunia 2010, Marcelo Bielsa bersama timnas Chile sudah mencoba menghentikan tiki taka dengan tiki taka. Bielsa, yang disebut-sebut sebagai penganut sepak bola tiki taka dan pernah dikabarkan akan menggantikan Guardiola sebagai manajer Barcelona, gagal mengalahkan Spanyol di fase grup.

Selang dua tahun kemudian di Euro 2012, giliran pelatih Cesare Prandelli yang berusaha mencoba menghentikan aliran tiki taka dengan permainan agresif. Prandelli membuat kejutan dengan menanggalkan strategi pertahanan gerendel Catenaccio yang selama ini menjadi ciri sepak bola Italia.

Lewat permainan menyerang nan atraktif, Prandelli bersama timnas Italia berhasil menahan imbang Spanyol di fase grup. Tapi ironisnya, Italia tumbang secara menyakitkan ketika bertemu kembali Spanyol di partai puncak Euro 2012.

Upaya menaklukkan tiki taka relatif berhasil di level klub. Adalah Jose Mourinho yang menjadi pionirnya lewat taktik bertahan ‘parkir bus’. Gaya sepak bola negatif Mourinho itu benar-benar mampu merusak keindahan tiki tika Barcelona untuk akhirnya membawa Inter Milan menjadi juara Liga Champions 2010.

Roberto Di Matteo sukses mengikuti jejak Mourinho saat Chelsea menaklukkan Barcelona lewat permainan ultra-bertahan. Chelsea pun akhirnya keluar sebagai juara Liga Champions 2012.

Keduanya sebenarnya sukses menerapkan instruksi ‘bapaknya taktik serangan balik’, Herbert Chapman, yang menyebut penguasaan bola --karakter sepak bola tiki taka-- tidak cukup untuk memenangkan pertandingan.

Menurut Chapman, hal yang terpenting adalah penguasaan bola dalam momen yang tepat. Serangan balik --menguasi bola hanya beberapa detik saat tim lawan terlambat mundur untuk bertahan-- lebih penting daripada menguasai bola sepanjang pertandingan seperti yang selama ini diyakini dalam filosofi tiki taka.

Faktor Guardiola
Meski Mourinho dan Di Matteo terbilang berhasil, tapi tidak ada aliran baru yang benar-benar mampu mengakhiri masa kejayaan tiki taka.

Jerman boleh jadi yang paling penasaran ingin menggusur kejayaan sepak bola Spanyol bersama tiki takanya. Betapa tidak, timnas Jerman dua kali disingkirkan Spanyol di level internasional: final Euro 2008 dan semifinal Piala Dunia 2010.

Bayern Muenchen pun dua kali gagal di final Liga Champions 2010 dan 2012. Alasan haus gelar dan keinginan menggusur kejayaan tiki taka boleh jadi ikut mempengaruhi keputusan Muenchen merekrut Guardiola sebagai pelatih.

Pertama karena Guardiola mendapat ilmunya langsung ketika Johan Cruyff pertama kali memperkenalkan permainan sepak bola indah kepada Barcelona pada 1988-1996 yang kemudian dikenal dengan gaya tiki taka. Guardiola pun masih bermain memperkuat Barcelona ketika Louis van Gaal terus menyempurnakan tiki taka hingga tahun 2000.

Keberhasilan Guardiola menerapkan tiki taka pada Barcelona semakin menegaskan bahwa dirinya yang paling tahu titik lemah tiki taka. Karena itu, tidak salah Muenchen mendatangkan Guardiola ketika ingin menggantikan kejayaan tiki taka dengan sebuah aliran baru.

Kejayaan tiki taka memang belum akan tergantikan dalam beberapa tahun ke depan. Tapi, protipe aliran baru yang bakal menggantikan masa keemasan tiki taka boleh jadi akan disajikan Bayern Muenchen saat menghadapi Barcelona di semifinal Liga Champions pada Selasa besok. Karena, Guardiola mungkin telah membisiki Heynckes cara menghancurkan tiki taka. Siapa yang tahu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Realeted Post