‘70-30, 65-35, 67-33, 75-25’ angka-angka ini adalah angka keramat (kalo
sering nonton bola gak mungkin berpikir demikian), dua perbandingan
angka-angka ini sering dilihat kalo Barcelona main, angka penguasaan
bola dilapangan. Dan kalo emang sering nonton bola pasti tau kalo angka
yang nominalnya besar-besar disebelah kiri itu tertuju buat Barcelona
(Barca panggilannya), lalu teman bertanya ‘kok bisa gitu ya?? Kayaknya
absolut banget’ dan seorang fanatik sepakbola menjawab ‘ini semua
gara-gara pemberian ‘Tuhan’ atas bakat untuk pemain-pemain Barca dan
pastinya semua karena filosofi bermainnya, Tiki Taka.’
Para penikmat sepakbola yang liat Barcelona dari Pep Guardiola sampe
Tito Villanova sekarang juga pasti udah ‘familiar’ dengan Tiki Taka,
permainan menyerang bola-bola pendek diimbangi dengan penguasaan bola
(tambahan ‘bumbu’ Messi di Barca). Lalu kenapa Tiki Taka dikatakan
sebagai simbol sebuah kesederhanaan? Kederhanaan yang merujuk pada dasar
permainan Tiki Taka pastinya yang mengontrol bola dengan baik,
pergerakan tanpa bola, umpan dan operan jarak pendek yang terarah
(dilengkapi ‘bumbu’ Messi jadi lebih baik).
Pola permainan Tiki Taka dikembangkan sudah sejak lama dari Total
Football ( permainan menyerang ala Belanda dahulu kala, fleksibilitas
posisi, bek maju kalo ada kesempatan, bek sayap ‘overlapping’), Johan
Cyruff dan Frank Rikjaard mengembangkan (bukan pengembangan riset
penelitian) Tiki Taka di Barcelona dengan penerapan taktik 4-3-3. Untuk
selanjutnya disempurnakan Pep guardiola dengan penguasaan bola (Dengan
‘bumbu kematangan’ Messi), permainan Tiki Taka sampe sekarang masih
susah diimbangi, kemenangan-kemenangan yang diraih lawan pun banyak
dengan permainan ‘membentuk tembok Cina’ yang dibarengi dengan
‘Blitzkrieg’, numpuk pemain didepan gawang dan Boom! Serangan balik
kilat (Barcelona kokoh didepan tapi keropos dibelakang).
Yang bisa ngimbangin Barca maen cuma Arsenal sejauh ini, pas di liga
champion di Emirates stadium, mengimbangi Barca dengan permainan
menyerang bola-bola pendek dan cepat (Wilshere jadi Man Of the Matchnya
saat itu), dan naasnya memilih bertahan di Nou Camp, MU juga pernah
ngeladenin Barca dengan maen terbuka di final liga champion dua kali
tapi tetep kalah ( kalah, tapi dengan hormat paling gak..tapi ya
tetep,kalah ya kalah).
Tiki Taka emang berisiko kalo diserang balik cepat tapi kalo lawan
gak disiplin bertahan, kekalahan telak menanti pastinya, Tiki Taka
belakangan banyak diikuti klub-klub lainnya, liat saja Swansea City yang
musim lalu diasuh Brendan Rodgers dan banyak orang ngasih julukan
‘Swansealona’ dan sekarang Rodgers pindah ke Liverpool, juga ingin
menerapkan Tiki Taka.
Dibalik permainan Tiki Taka yang menghibur, memang tepat jika
menyebutnya sebagai simbol kesederhanaan, penguasaan bola yang baik dan
dasar-dasar mengoper serta mengumpan yang terarah (Xavi kalau lagi mood
bisa sampe 200 an operannya di satu pertandingan, gak mood bisa 180 an),
tanpa menampik filosofi bermain lainnya kayak pertahanan grendel ala
catenaccio, bola-bola atas, serangan balik kilat, penyerangan total ala
tota football, tapi memang untuk saat ini Tiki Taka yang terbaik dari
kesederhanaan yang diberikan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar